Senin, 09 Maret 2015

Cerpen "Bercak Noda"


list Koleksi cerpen lihat disini
BERCAK NODA
            Semua berawal ketika usiaku delapan belas tahun dan aku mulai beranjak dewasa.  Aku menyadari apa yang aku rasa adalah hal lumrah dirasakan manusia pada umumnya. Aku jatuh cinta pada seorang gadis sekolah sebelah, kelas XI SMA jurusan IPA. Kali pertama ketemu pesonanya mampu menarik perhatianku hingga aku menghentikan Satriaku tepat di pintu gerbang sekolahnya. Mataku tidak berkedip memandang indah dan angun tubuhnya dari kejahuan. Saat itu juga dengan sigap aku meneropong badge kelas di lengannya “XI IPA 3”. Memori kepalaku merekam kelas dan jurusan gadis tersebut lengkap dengan ciri-cirinya. Terlalu keasyikan aku menikmati indahnya pagi itu, tanpa kusadari bell sekolahku berbunyi dan aku buru-buru starter Satriaku menerobos masuk gerbang sekolah. Seperti biasa si Satpam marah-marah tiap kali ada siswa terlambat masuk, namun seperti teman-teman aku bersikap cuwek. Aku parkir Satriaku lalu dengan santai berjalan menuju kelas.
            “Gus, tumben telat.” Hasan menyapaku.
            Aku melihat sumber suara sebentar lalu ngeloyor duduk di kursi tanpa menjawab tanya Hasan, menaruh tas di loker kemudian dlosor menjatuhkan kepala kebangku. Hari ini rasanya tidak semangat mengikuti pelajaran, wajah gadis itu muncul terus di bayanganku. Rupanya Hasan tidak puas dengan sikapku dia mendatangiku sambil membawa foto copy dan disodorkan padaku. Aku terima foto copy tersebut dengan kepala tetap berada di bangku. Pada sampul foto copy tertulis RODA DAN BAN, pantes belum ada guru datang. Guru produktif satu ini suka datang sedikit telat dan kasih ulangan dadakan. Aku angkat kertas foto copy dan aku pukulkan ringan di lengan Hasan sebagai tanda terimakasih dengan mulut tetap terbungkam.
            “Gus sepertinya kamu ko’ nggak semagat blass.” Tanya Hasan kedua kalinya sambil menepuk pundakku.
            Belum sempat aku menjawab pertanyaan Hasan, pak Ashary datang membawa tumpukan kertas entah apa yang bakal beliau lakukan pada kami. Hasan ngibrit kembali ketempat duduk dengan tergopoh-gopoh seperti siswa lain sendari tadi sibuk dengan mainannya. Pak Ashary terkenal sangat killer bagi siswa-siswa termasuk aku, namun cara mengajar beliau sangat disukai dan penjelasannya gampang dimengerti. Tak mau kalah, beliau juga ngejoss di pelajaran praktik. Garis-garis samar di wajah beliau menunjukan kalau beliau sudah tidak muda lagi. Sebagai guru tertua di sekolah, semangat dan pengalaman yang beliau miliki tidak dapat dikalahkan guru-guru muda produktif yang lain.
            Aku seorang siswa SMK kelas XII di jurusan teknik kendaraan ringan. Di sekolah tingkat akhir ini aku ingi serius belajar dan lulus menjadi kebanggaan orang tua. Sebagai anak tunggal, apapun kebutuhan yang aku perlukan orang tuaku dapat mencukupi. Ayah seorang pegawai negeri sipil di perhutani, sedangkan ibu bidan di satu-satunya puskesmas kecamatan tempat aku tinggal. Dari itu aku mencoba menjadi anak yang berbakti pada orang tua dan memiliki misi menjadi kebanggaan bagi mereka. Aku paksakan diri menikmati penjelasan pak Ashary tentang roda dan ban meski sedikit konsentrasi. Tanpa aku sadari pak Ashary menutup penjelasan dengan salam dibaregi bel istirahat. Ternyata aku sempat melamun di sela-sela pelajaran. Aku renggangkan badan dengan menyelonjorkan kaki dan merentangkan tangan sambil molet lalu kubuang nafas.
            “Kekantin yuck, Gus.” Ajak Hasan.
            Aku beranjak dari tempat duduk meninggalkan kelas tanpa dikomando. “Kamu punya teman di SMA sebelah nggak San.” Tanyaku setelah duduk di salah satu kursi panjang kantin.
            “Kenapa?, cari cewek toch!, kalau cari cewek di SMK ini saja. Lebih cantik-cantik, lihat tu anak jurusan tata busana, top baget.” Promosi Hasan sock tahu.
            “Di hadapan kamu bukannya semua cewek terlihat cantik?!.” Balasku kemudian.
            “Aaaach….. kau itu bisa saja kawan, aku ini pendatang baru mana kenal dengan tetangga sebelah.”
            “Kamu memang kuper, tiga tahun di sini masih saja belum kenal kota ini.”
            “Dari pada kamu!, kutu kupreeeet….” Hasan membalas ejekanku.
            Bel tanda masuk membubarkan siteru kami, aku bayar minuman dan snack lalu berjalan beriringan dengan Hasan menuju kelas. Dari arah berlawanan bu Herlina guru bahasa inggris hampir sampai pintu masuk kelas, aku dan Hasan berlarian mengapai kelas lebih dulu. Bu Herlina mengawali pelajaran dan otakku pun mulai tidak bisa konsentrasi pada pelajaran. Penjelasan bu Herlina terdengar samar-samar di teligaku, tulisan di papan tidak terbaca “!!*?/#^&%$$@!??*%#$?”. Rasanya waktu semakin panjang dan lama, tidak sabar aku menunggu jam pelajaran berakhir.
            “Semua pelajaran pada hari ini telah usai, siswa dan siswi dipersilahkan meninggalkan kelas. Sampai jumpa hari esok  dengan semagat baru.” Akhirnya bel akhir pelajarana berbunyi. Hatiku bersorak gembira mendengar suara manis dalam Sound kelas. Setelah membaca doa bersama aku terburu-buru menuju parkir meluncurkan Satriaku dan berhenti tepat di depan pintu gerbang SMA sebelah. Aku amati satu persatu setiap siswa keluar dari gerbang memcari sosok yang sama dengan tadi pagi. Hanya satu tujuan, kenalan kemudian berteman dan tahu lebih banyak tentang dia. Ups! itu dia, aku meloncat dari satria dan menghampiri dia.
            “Permisi.” Gadis itu berhenti melangkah dan keheranan melihatku.
            “Ya!, ada perlu apa ya mas?.” Tanyanya kemudian.
            “Eeemm…, boleh kenalan dulu.” Aku ulurkan tangan dan dia menyambut tanganku. “Agus.” Aku sebut namaku.
            “Anita.”
            Awal yang bagus batinku, saatnya aku mengeluarkan jurus-jurus jituku yang lain. “Maaf Anita, saya dari sekolah sebelah.” Aku tunjukkan badge di lengan untuk menyakinkan. “Kalau boleh tahu Anita ikut ekstrakulikuler apa?.” Tanyaku.
            “Theater!!, Ada apa ya, ko’ Tanya ekskul segala?.” Jawab Anita sambil tanya kebingunggan.
            “Kebetulan sekali, kami punya rencana mengadakan latihan bersama untuk mempererat persaudaraan antar sekolah. Boleh minta nomor handphone kamu Anita?.” Jelasku dan meminta nomor hand phone.
            Aku mengambil hand phone disaku celanaku meneruh jari jempol di keyped siap-siap ngetik, namun Anita merebut hand phone tersebut dan melakukan pangilan ke hand phone kepunyaannya dengan hand phone yang direbut dariku. Tidak lama kemudian terdengar bunyi lagu ‘sik asik’ milik Ayu Ting Ting dari dalam tas Anita.
            Sik asik – sik asik kukenal dirimu….
            Sik asik – sik asik kudekat denganmu….
            Aku berharap kaulah yang akan jadi pacarku….
            …………………………
            Senyum bibirku melebar mendengar nada pangilan masuk handphone Anita, sepertinya kami memang ditakdirkankan berjodoh. Buktinya nada pangilan masuk handphone Anita bisa pas dengan situasi tanpa disengaja. Aku semakin semagat, jurus-jurus bujukanku sukses walau dicampuri sedikit kebohongan. Aku bukan anak Teater, aku tidak mengikuti satu pun kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. Nomor handphone sudah aku dapat, itu hal terpenting bagiku. Selanjutnya tinggal menjalin dan menjaga silaturahmi menuju persahabatan sejati.
JJJ
            Silaturahmi kami terjalin hampir satu bulan, aku dan Anita saling sms tidak mengenal waktu. Bahkan ketika pelajaran berlangsung aku suka mencuri-curi waktu menyempatkan membalas sms Anita. Dari sms-sms yang masuk sebelumnya aku merasa Anita ada hati padaku. Dan satu minggu yang lalu aku memberanikan diri menyatakan cinta pada Anita. Masalah kebohongan tentang teater aku ceritakan semua, Anita menyadari posisiku saat itu dan memberi maaf padaku dengan tulus. Janji-janji manis keluar diri mulutku membuat Anita senang dan bahagia. Saat itu juga aku dan Anita menjadi sepasang kekasih.
            Hari ini aku ada jadwal mengantar Anita keacara ulang tahun temannya. Jam menunjuk angka satu, artinya kami akan terlambat menuju tempat acara berlangsung. Rumah Anita lumayan jauh dari tujuan, sekitar delapan kilo meter. Tanpa menunggu aba-aba setelah Anita naik di boncengan, aku luncurkan satriaku cukup kecang membuat Anita berpegang erat di pinggangku. Hatiku lega mendapati acara inti belum dimulai, aku gandeng tangan Anita mencari tempat duduk nyaman. Anita terlihat sangat cantik dengan gaun warna hijau tuanya, gaun tersebut kami beli dua hari lalu sepulang sekolah. Aku merasa diriku laki-laki paling beruntung punya seorang kekasih secantik Anita.
            Pulang dari acara ulang tahun aku dan Anita mampir di lapangan kecamatan. Sore ini lapangan terlihat sepi tidak ada seorang pun beraktifitas hanya seorang bapak mengiring kambing keluar lapangan. Aku dan Anita bersantai di pojok lapangan duduk menikmati empuk rumput bersama sejuk angin sore menerpa tubuh. Tanpa sengaja mata kami beradu pandang, tatap mata sipit Anita membuat jemari tanganku menyentuh lembut pipi kirinya. Detik itu juga mata Anita membunuh kesadaran otakku. Cintaku mampu membungkam mulut Anita menjadi lemah tak berdaya. Pesona Anita membuatku menciptakan surga dunia dan rasanya manis sekali.
            Aku mengutuk diri sendiri merasa bersalah tidak dapat menepati janji menjaga kehormatan Anita. Mungkin sudah seribu kata maaf aku ucap pada Anita sebagai tanda penyesalanku. Anita gadis polos dan lugu begitu mudahnya memberi maaf padaku. Hubungan kami berjalan mulus, pergi dan main bersama seperti biasa tidak pernah lagi kami membahas masalah tersebut. Namun setiap kali ada kesempat, rasa bersalah itu menghilang berganti rasa ingin mengulagi dosa terindah yang pernah kami lakukan. Entah sudah berapa kali Anita terhipnotis oleh kesaktian cintaku, dan membuat kami menodai manisnya cinta dengan melakukan dosa itu lagi.
 JJJ
            “Aku hamil !!.” Rengek Anita padaku.
            “Kamu serius dengan ucapanmu barusan Nit?!.” Tanyaku tidak percaya.
            “Sudah hampir empat bulan aku tidak datang bulan.”
            “Sepertinya tidak ada perubahan pada tubuhmu.” Aku memastikan sambil mengamati tubuh Anita.
            “Apa kamu tidak melihat perutku yang semakin membuncit ini?, aku ingin kita segera menikah.” Tuntut Anita padaku.
            Kepalaku mulai pening membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi. Perut langsing Anita memang terlihat sedikit besar dari biasanya. Mungkin badan kecil Anita yang di balut baju agak longar membuat kehamilannya tidak terlihat. Aku bingung jawaban apa yang harus aku berikan pada Anita. Orang tuaku, bagaimana dengan orang tuaku bila tahu hal ini. Dadaku sesak pikiran kemana-mana, kepanikan mulai hadir dalam hati untuk bertindak sesuatu.
            “Tolong aku Gus, jangan biarkan aku menanggung aib ini sendiri.” Anita terus memohon dan menuntut jawab.
            “Tunggu sampai aku selesai Ujian Nasional.” Janjiku membuat tenang Anita.
            Masalah ini terlalu berat, aku belum mau menikah masih banyak rencana masa depan yang belum terwujud. Aku masih ingin bersenang-senang bersama teman-temanku. Belum lagi ketakutanku pada ayah dan ibu. Masih jelas teringat di kepala nasehat ibu untuk hati-hati dalam berteman, pandai-pandai membawa diri, jangan pernah melakukan hal-hal yang dapat menyakiti orang lain. Dan nasehat ayah yang sangat membuatku ketakutan, karena aku anak tunggal ayah berharap aku menjadi kebanggaan keluarga. Aku diharuskan belajar sungguh-sungguh sebagai bekal penerus keluarga dan menjaga kehormatan keluarga dimana pun aku berada. Aku takut ayah akan murka bila mengetahui kelakuan bejatku. Aku takut ibu menganggapku anak durhaka karena tidak mengindahkan nasehat-nasehatnya. Aku takut bila ayah dan ibu malu menanggung aib yang aku buat lalu mengusirku dari rumah dan terlunta-lunta di jalanan. Banyak ketakutan-katakutan muncul dalam diriku.
            Setiap hembusan nafas ketakutan membayagi diri, mata tidak lelap tidur, dan makan tidak nikmat. Bagai hantu menuntut balas, dimana pun aku berada ketakutan terus saja membayangi. Hatiku mulai kelelahan merasakan masalah kehamilan Anita. Aku paksakan otak berfikir mencari penyelesaian untuk mengakhiri masalah tersebut. Otakku terus berfikir dan menyusun suatu rencana bagi kebaikkan hidupku. Aku putuskan rencana berjalan setelah ujian nasional berakhir sesuai janjiku pada Anita. Hati sedikit tenang fikiran fokus untuk kelangsungan ujian nasional minggu depan. Aku belajar mati-matian seperti siswa lain, perlahan masalah kehamilan Anita menghilang dari pikiranku. Ujian nasional berjalan lancar aku dapat konsentrasi mengerjakan soal-soal sampai hari terakhir.
JJJ
            Sejuk embun pagi menyapa, mentari tersipu malu mengelepakkan sinarnya membelai lembut tubuhku. Burung-burung berkicau merdu mendendangkan nyayian pagi. Aku termenung seorang diri di teras rumah teringat kekasihku Anita yang tengah hamil muda. Ragu aku menemui Anita melancarkan aksi mengakhiri masalah kehamilan yang terus saja meminta pertanggung jawabanku. Namun rasa ragu-ragu tersebut hilang dikalahkan rasa ketakutanku menghadapi hidup tidak sempurna. Aku ambil bungkusan kresek hitam dan mengunci rapat rumah untuk menemui Anita tanpa membawa satriaku. Kendaraan umum melintas depan rumah membawaku ketempat kami janjian. Anita dan aku akan bertemu di tepi jurang tempat biasa kami bersantai menghabiskan waktu bersama. Pemandangan dari tepi jurang terlihat sangat indah hingga membuat kami kerasan berlama-lama disana.
Ketika turun dari kendaraan umum aku dapati Anita berdiri di pinggir jalan menungguku. Aku hampiri Anita dan meraih tangan mengandengnya berjalan menuju tepi jurang. Sesampainya di tujuan Anita terlihat kelelahan peluh mengalir di dahi dan pelipis wajahnya. Kresek hitam yang aku bawa dari rumah berisi minuman mengandung isotonik kusodorkan padanya. Tanpa ragu-ragu Anita mengambil kresek dan meminum setengah dari isi botol. Sepinya jurang dan hembusan angin menjadi saksi bisu kepenatan perasaan di dadaku. Beberapa detik kemudian Anita merengek merasakan perutnya kesakita. Aku biarkan Anita memegang erat tanganku menahan sakit di perutnya, tidak lama kemudian Anita jatuh pingsan dan aku dorong tubuhnya terlempar kedalam jurang. Aku pandangi tubuh Anita dari atas tepian jurang yang hanya sedalam dua belas meter. Tanpa penyesalan aku tinggalkan Anita berlalu dari tepi jurang membawa kesuksesan menjalankan misi. Cinta, sayang, kasihan dan iba tidak sedikit pun terbersit di hatiku, diriku telah dikuasai setan yang muncul dari kekejaman hati takut bayangan takdir masa depan.
Kakiku melangkah menuju warung lesehan menemui Hasan dan memesan sambal ikan Lele beserta es teh. Aku lahap nasi sambal ikan lele dengan nikmat setelah mencuci tangan. Bersikap biasa seperti tidak pernah terjadi apa-apa hingga membuat Hasan tidak curiga. Sungguh luar biasa, dengan lihai dan mudahnya aku dapat memainkan sandiwara. Anita yang bergelut di dunia teater pun tidak mampu membaca akal busukku, dengan mudahnya dia tertipu oleh sikap dan tingkah lakuku.
JJJ
            Teriakan melengking keluar dari mulutku tersentak kaget melihat sosok Anita di pojok kamar melambaikan tangan seolah-olah meminta pertolongan. Aku tepis bayangan muka pucat Anita yang menyeramkan dengan menutupi seluruh badanku memakai selimut. Ibu mengedor pintu kamar sambil terus memangiliku, mungkin kawatir karena aku teriak cukup kencang. Aku pejamkan mata rapat tanpa menghiraukan pangilan ibu merusaha terlelap tidur. Entah mulai kapan aku tidak mendengar lagi suara ibu dan terlelap tidur malam itu.
            Malam berikutnya hal sama terjadi padaku, Anita terus menghantui di setiap sisi kamar dan aku masih bisa mengatasinya. Namun pada malam ketiga aku tidak lagi bisa menahan ketakutanku. Anita seolah mendatagiku membawa bayi perempuan dan melemparkan bayi tersebut padaku kemudian mencekik leherku. Ilusi-ilusi tersebut membuatku teriak kencang dan orang tuaku berlari mendobrak pitu kamar. Ayah membopongku keruang keluarga, ibu dengan sigap mengambil air putih untukku. Aku terima sodoran gelas dari tangan ibu lalu aku teguk air tersebut tanpa sisa setetes pun dalam gelas. Ayah meminta penjelasan atas teriakan kerasku barusan, rasa takut berlebih dalam diri membuatku menceritakan semua.
Cerita tentang Anita yang hadir disetiap malamku membuat orangtuaku penasaran. Ayah terus mengitrograsi diriku, mengapa gadis tersebut bisa hadir disetiap malamku tiga hari ini. Penuh penyesalan dan rasa gemetar ketakutan, aku cerita kejadian tiga hari sebelumnya secara detail. Bahwa Anita aku habisi nyawanya dengan racun tikus yang aku campur dengan minuman mengandung isotonik dan jasadnya aku buang kejurang. Ibu mengira aku ngarang cerita karena setress setelah ujian, ayah penasaran ingin membuktikan kebenaran cerita tersebut. Malam itu juga ayah menghubungi polisi datang bersama-sama menuju lokasi kejadian yang aku ceritakan. Ibu menemaniku tidur di ruang keluarga sambil menunggu kedatangan ayah.
Malam itu aku tidak dapat memejamkan mata hingga pagi, begitu pun ibu berharap ceritaku hanya sebuah fiksi. Semalaman ayah tidak pulang dan kami tidak tahu apa yang sedang ayah lakukan bersama polisi. Pagi itu ayah datang dengan muka kusut bersama dua orang polisi di belakangnya. Ibu menerima surat penangkapan atas diriku dan polisi membawaku pergi. Aku lihat ketidak berdayaan ibu sambil berlalu pasrah dibawa polisi meninggalkan rumah. Di sela-sela kaca mobil polisi sebelum berjalan, masih sempat kulihat ibu pingsan di pelukan ayah. Ucapan permintaan maaf pada ayah dan ibu hanya dapat kuucap dalam hati “maaf aku sudah mencoreng muka dan harapan Ayah-Ibu” air mataku mengalir penuh penyesalan.
Hasan mengunjugiku dengan membawa sebuah Koran harian pos dilempar di depanku. Pada halaman depan tertulis judul huruf  besar SISWA SMK MENGHABISI NYAWA KEKASIHNYA YANG TENGAH HAMIL MUDA. Aku tundukkan kepala tak kuasa menanggung malu dan dosa. Hasan memandangiku dengan mata merah menahan amarah, dia tidak menyangka aku dapat melakukan hal sekejam itu. “Apa kamu ingin melibatkan aku kedalam rencana jahatmu dengan menyuruhku membeli minuman dan racun tikus waktu itu. Aku tidak mau punya teman sadis sepertimu, pertemanan kita berakhir samapi disini.” Ucap Hasan sambil berlalu meninggalkan aku.
Mayat Anita ditemukan dalam keadaan sudah membusuk. Hasil visum menjelaskan korban hamil empat bulan meninggal menelan racun tikus dan kepala memar terkena benturan. Dari bukti-bukti dan keterangan yang sudah ada aku terjerat pasal pembunuhan berencana, berdasar pasal tersebut diriku divonis hukuman penjara seumur hidup. Ketika palu hakim usai diketuk masih terdengar samar-samar orang tua Anita mengumpat dan menyumpahi diriku. Aku merasa hukuman yang aku terima belum setimpal dengan perbuatanku. Kalau pun hakim memutuskan aku dihukum mati, maka aku terima dengan ikhlas karena hukuman itulah yang pantas dan sepadan dengan perbuatanku.
Di tengah peyesalan aku teringat nasehat guru agama di sekolah “jomblo sampai menjadi halal lebih baik dari pada pacara menimbulkan maksiat berujung dosa.” Karena berlaku jahat dan kejam  terhadap orang yang selama ini aku cintai dan kasihi, aku harus menanggung kehilangan orang-orang yang dulu mencitai dan mengasihiku. Aku tidak berharap mereka memaafkan aku dan kembali menerimaku. Yang aku butuhkan saat ini adalah taubat dan pengampunan dosa dari Allah. “Ya Allah wahai Tuhanku, hapus bercak noda itu, ampuni aku serta terimalah kesungguhan taubatku. Amien.”

== TAMAT ==

By: Lphie Khasanah.
Romantika Remaja, Januari 2013
list Koleksi cerpen lihat disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar