Setetes Mutiara Kepedihan
“Kapan kembali
keIndonesia mas.”
“Entahlah, ini masih mengurus
administrasi wisuda.”
“Cepatlah
kembali mas. Aku rindu mas Ampri.” Percakapan kami lewat ponsel.
Empat tahun lalu
mas Ampri melanjutkan study keJepang. Dia mendapat beasiswa dari lembaga
pendidikan yang mengadakan mekanik kontes. Saat itu dia menjadi the best dalam
perlombaan. Karya ciptaannya memikat semua juri dari berbagai manca Negara. Teriakan
bahagia mas Ampri menjadi bunga bahagia di hatiku. Kontes berhadiah beasiswa
kuliah keluar negeri sesuai Negara yang dipilih membuat aku rela ditinggal mas Ampri.
Air mata mengalir lembut di pipi
melepas kepergian mas Ampri di bandara juanda Surabaya. Tangan kekar mas Ampri
penuh kasih menyentuh pipi menghapus air mata. Tatapan mesra mas Ampri
membuatku semakin tidak berdaya. Hati bergejolak berharap mas Ampri mengabaikan
keinginan dan cukup meraih cita – cita disini saja. Semakin deras air mata
mengalir ketika mas Ampri memeluk erat tubuhku bersama bisikan lembut di telinga.
“Aku mohon jadikan aku tawanan cintamu dan telah aku ikat hatimu hanya untukku
seorang.”
Bibirku tertutup rapat hanya
anggukan kepala mewakili persetujuan atas ucapannya. Kala itu dekapan mas Ampri
membuatku merasakan detak jantungnya terpacu bagai bunyi gendang perang. “Berjajilah
padaku, kau tidak akan mempermain perasaanku. Hanya ada aku disetiap jengkal
langkahmu. Karena cintaku tertanam dalam untukmu melebihi apa pun di dunia ini.
Berjanjilah padaku mas Ampri.” Mohonku pada mas Ampri dan saat itu pula pertama
kali aku menyebut mas Ampri dengan embel – embel mas.
“Tentu saja Mel. Nyakinlah mulai
detik ini hatiku sudah menjadi tawananmu. Tidak akan pernah ada cinta selain
dirimu di hatiku.” Mas Ampri menyakikan kegundahan hatiku.
“Terima kasih Mas. Setiap detik akan
aku tunggu kabar tentang keberadaan mas Ampri.” Kataku sambil melepaskan diri
dari pelukan mas Ampri.
“Selamat tinggal Mel. Aku segera
kembali.”
“Selamat jalan mas Ampri.” Lambaian
tangganku mengiringi langkah mas Ampri. Hatiku masih terpatri di tempat aku
berpijak mengantar kepergian mas Ampri. Sulit rasanya berlalu meninggalkan
bandara tanpa ada mas Ampri disampingku lagi.
Getaran lembut di saku celana
membuatku tersadar dari resah dan galau. Aku angkat ponsel dan kudengar suara
cempreng dari dalam ponsel. “Mel ngikut keroyal nggak?. buruan donk!, ko’ lama
baget sich. Sudah berapa jam nich!. Pesawat juga sudah berlalu, nunggu apa’an
lagi.”
Aku tari nafas panjang. “Iya, iya.
Tunggu bentar.” Sedikit berlari aku menuju parkiran menemui teman-teman yang
sebelumya memberi kesempatan padaku dan mas Ampri untuk bicara tentang hati.
***
Awal kepergian mas Ampri, aku ingin Obsesi
dan ambisi segera diakhiri saja. Bahkan merasa nunggu akan sangat menyebalkan
dan sulit dijalani. Namun mas Ampri selalu menghubungiku, berbagi cerita
tentang banyak hal yang dia lakukan disana. Seolah aku menjadi buku diare hidup
baginya. Apapun aktifitas yang mas Ampri jalani dia ceritakan padaku. Dari situ
aku tidak merasa sendiri, sabar menati kehadiran mas Ampri tanpa gelisah. Walau
raga terpisah jauh namun hati selalu dekat.
Hubungan Long distand sulit berhasil
kata kebanyakan teman. Tapi bagiku itu suatu keunikan dalam cinta. Hubungan
kami tetap sama seperti saat kita bisa jalan berdampingan. Banyak cinta datang menghapiri
kutolak semua berkat kepandaian mas Ampri menjaga hubungan. Tidak pernah
terpikir olehku mencari penganti mas Ampri walau hanya sekedar singgah. Cintaku
begitu dalam pada mas Ampri dan aku nyakin penantianku tidak akan sia – sia.
Setahun terakhir
mas Ampri mulai berubah. Mulai jarang catting, jarang SMS dan juga jarang telepon.
Kalau aku hunbungi banyak alasan dia lontarkan. Katanya sibuk dengan skripsi,
biaya komunikasi elektronik semakin mahal. Di hatiku mulai tumbuh rasa curiga
tidak nyaman dengan penantian. Namun aku berusaha menepis jauh rasa curiga dan
tetap percaya cinta mas Ampri. Bagimana mungkin aku tidak percaya, cintaku
semakin besar dan rindu semakin melanda. Rasanya tidak mungkin aku bisa
melupakan mas Ampri dari benakku.
Skripsi mas
Ampri sudah kelar tinggal menunggu wisuda. Banyak rencana aku susun untuk
menyambut kedatangan mas Ampri. Minggu depan mas Ampri akan diwisuda dan
langsung terbang ke Indonesia. Hari kedatangan mas Ampri bertepatan dengan
ulang tahunku yang ke dua puluh dua tahun. Bayangan indah tentang kebersamaan
dengan mas Ampri membuatku senyum – senyum sendiri layaknya orang dilanda
kasmaran.
Bersama Hendra
cowok yang sudah berkali – kali aku tolok perasaannya karena keberadaan mas
Ampri. Kami menyusun project pelaksaan ultah di Kavetaria yang berada di Bandara
Juanda. Hendra milih menjadi sahabatku berusaha memahi pribadiku yang begitu
besar mencintai mas Ampri. Dia melupakan cinta yang bersemi di hatinya dan
merubah cinta tersebut menjadi persahabatan begitu kukuh. Dia tidak pernah
menawarkan sesuatu kepadaku, tapi setiap aku butuh sesuatu dia membantu dengan
tulus ikhlas tanpa pamprih. Selama bersamaku dia selalu mendukung apa yang
menjadi keinginanku. Setiap aku suntuk lama tidak komunikasi dengan mas Ampri
dia selalu ada memberi semangat. Mendorongku untuk terus bersabar dalam
penantian, dia selalu berkata “semau akan indah pada waktunya”. Meski kata –
kata itu sering aku dengar dari kebanyakan orang tapi cukup membuat hati
menjadi damai.
Sesuai saran pengelola
kavetaria sudah empat orang aku temui untuk meminta izin tempat. Omelan dan
bentakan aku terima dari setiap orang yang aku temui. Susahnya minta izin
merayakan ultah di bandara juanda membuatku putus asa dan meneteskan air mata. Melihat
diriku menangis Hendra semakin gencar memburu orang – orang yang disarankan
untuk dimintai izin. Besarnya perjuangan Hendara membuat kami diberi izin
merayakan ultah di bandara juanda. Aku bersorak gembira mendengar kabar diberi
izin merayakan ultah di bandara. Sangking semangat dan gembira tanpa sadar aku
peluk Hendara meluapkan bahagia.
***
Tidak sabar rasanya menunggu hari
kedatangan mas Ampri. Hati gundah selalu ingin terhubung dengan mas Ampri.
Ponsel aku otak – atik mencari nomor dalam list nomor pangilan, lalu jari
jempolku tidak jadi memencet tombol call. Aku lempar ponsel ketempat tidur
menepis jauh rasa resah. Jam dinding menunjukkan pukul sebelas siang. Pastinya
saat ini mas Ampri lagi sibuk aktifitas harian. Jika aku hubungi sekarang takut
aktifitasnya terganggu. Aku tahan keinginanku untuk beberapa jam kedepan dengan
rebahan di atas tempat tidur sambil mendengarkan MP3.
Suara alarm membuatku terbagun dari
tempat tidur. Kuraih ponsel mencari nomor telepon mas Ampri. Aku tulis pesan di
layar ponsel. “Sudah di rumahkah mas Ampri?.”
“Ya, sudah.” Balasan pesanku.
Lalu tombol call aku pencet terdengar
suara. “Tuuut. Tuuut. Tuuut.”
“Hallo selamat sore.” Suara merdur
di sebrang.
Sejenak aku terdiam berfikir kenapa
yang mengakat telepon seorang cewek. Bibirku menyunging senyum menemukan
jawaban lalu aku matikan ponsel. Sepertinya mas Ampri mulai mengerjai aku
seperti tahun – tahun sebelumnya. Menjelang ultaku mas Ampri selalu membuatku
bĂȘte dan sebel tekadang aku sampai menagis. Bila dia sudah puas dan aku
mencapai puncak sebel permainan baru dihentikan lalu menertaiku. Setelah itu
aku akan tambah bĂȘte dan mencubiti lengan serta megelitik manja pinggang mas
Ampri membuatnya semakin tertawa terbahak – bahak. Permainan kali ini terhitung
keenam semenjak mas Ampri menjadi kekasihku.
Dua jam kemudia aku telepon lagi mas
Ampri.
“Hallo.”
“Malam mas.” Jawabku.
“Heem.” Balas mas Ampri.
“Cewek yang megangkat teleponku tadi
siapa mas?.”
“Rupanya kamu sudah tahu.”
“Maksud mas Ampri aku tahu apa?.”
Aku pura – pura blo’on.
“Maafkan aku Mel. Dia gadis yang
mengisi kehidupanku hampir setahun ini di Jepang .” Jelas mas Ampri.
Tawa lirihku menunjukan pada mas
Ampri kalau aku tidak akan bisa lagi diusili seperti tahun lalu. “Terus dech!,
mas Ampri mengusili Mellaty.”
“Sekali lagi maafkan aku Mel. Sudah
lama aku bermaksud memberi tahukan masalah ini padamu. Rasa berat di hati
membuatku sulit mengutarakan perasaan. Cinta tidak….”
Penjelasan mas Ampri tidak aku
hiraukan malah aku potong secara tiba – tiba bicaranya. “Aku sudah sangat
merindukan mas Ampri. Kagenku menyiksa batin berharap mas Ampri hadir membawa
sejuta keindahan. Resah hati lalui waktu tanpa mas Ampri. Jadi jangan sampai
mas Ampri bertingkah nakal yang bisa lukai aku.”
Desahan nafas mas Ampri terdengar
lembut, namun aku terus saja nyerocos menyampaikan semua isi hati yang ingin
aku sampaikan padanya. “Aku sudah menyiapkan semua. Pokoknya nanti mas Ampri
turun dari pesawat langsung menuju pesta ulang tahunku ya?. Ok! Mas, siapkan
kado paling sepesial buat Mellaty.” Tanpa menunggu jawaban dari mas Ampri aku
tutup ponsel.
***
Dari pagi bersama Hendra dan dibantu
beberapa teman aku menyiapkan dekorasi dan layout tempat pesta peyambutan mas
Ampri beserta ultahku. Sore pukul dua aku bisa bernafas lega semua persiapan
sudah usai. Aku membuat diriku tampil secantik mungkin untuk mas Ampri. Baju
baru, sepatu baru, dan make-Up salon kecantikan yang nempel di badan membuat teman
– teman yang aku undang terpukau dengan penampilanku.
Teman – teman yang aku undang sudah
pada hadir. Acara belum mau aku mulai sebelum mas Ampri datang. Aku resah
pesawat mas Ampri mengalami keterlambatan. Hendra yang bertugas menjemput mas
Ampri belum juga memberi kabar kedatangan. Dalam keresahan ponselku berbunyi, sebuah
pesan masuk dari Hendra memberi kabar mas Ampri sudah bersamanya. Diiringi
senyum bahagia aku mempersiapkan diri bersama teman – teman menyambut mas Ampri
di area pesta.
Mekarnya bunga cinta di hati membuat
aku lari menghampiri mas Ampri dan memeluknya erat. Ach!, rupanya mas Ampri
tidak membalas pelukanku seperti ketika setiap kali dia pulang dan baru
menjumpaiku. Aku tarik tangannya menuntun dia keluar dari kerumunan teman –
teman. Kubiarkan Hendra mengatur semua pestaku. Aku ingin melepas rindu berdua
bersama mas Ampri. Belum sampai di tempat tujuan mas Ampri menari gandengan
tanganku. Aku menoleh padanya dan melebas pengangan tanganku.
“Ada apa mas?.” Tanyaku tidak
mengerti.
“Mel, tolong pahami aku. Saat ini
aku benar – benar serius ingin membahas tentang masalah kemarin.”
Aku mengeryitkan dahi tidak
mengerti. “Apa yang mas Ampri bicarakan sebenarnya?.”
“Mel, tolong mengertilah!. Aku tidak
sedang mengerjai atau mencandai kamu. Lihatlah gadis bersama Hendra yang terus
saja mengamati kita. dia datang bersamaku, dialah yang sekarang mengisi
kehidupanku semenjak aku kenal dia.” Terang mas Ampri.
Mendengar penjelasan mas Ampri air mataku
mengalir membasahi pipi. Bahagia di hati sesaat membuatku tidak sadar bila mas
Ampri datang dengan seorang gadis. “Lalu bagaimana denganku yang setia
mencintai mas Ampri. Bagaimana dengan janji – janji yang mas Ampri ucap dulu?.”
“Mel, cinta itu tidak harus
memiliki.”
“Cinta tidak harus memiliki kata kamu mas?. Mana ada yang
seperti itu!.” Protesku. “Bila ada yang mengatakan cinta tidak harus memiliki
itu salah, maka aku membenarkannya mas. Apa mas Ampri tidak melihat luka
dihatiku akibat terlalu mencintaimu.”
“Cinta itu bahagia bila melihat
orang yang dicintai bahagia Mel.” Bela mas Ampri.
“Mas Ampriii…, Bila ada yang bilang aku bahagia melihat mas Ampri bahagia
dengan orang lain itu tidak benar, maka aku pun setuju mas. Hatiku tidak rela
terlepas darimu mas. Aku merasakan sakit hati dan kecemburuan merasuk dalam
diriku.” Tangisku semakin menderu.
“Aku tidak bisa Mel, rasa cinta
untukmu dihatiku sudah musnah. Aku benar – benar mohon maaf padamu. Bahagialah
bersama Hendra yang begitu lebih mencintaimu.” Mas Ampri mengandeng gadis itu
yang baru saja datang bersama Hendara menghampiri kami.
“Mas Ampri.” Sebelum mas Ampri
beranjak dari tempat aku pangil dan dia menoleh padaku. “Inikah kado sepesial
yang kau berikan padaku diulang tahun kali ini?. Setetes mutiara air mata kepedihan,
ini akan terus membekas karena lukaku terlalu dalam.”
“Sekali lagi maafkan aku Mel.” Ucap
mas Ampri lalu beranjak meningalkan aku yang meratapi kepedihan hati.
Aku berharap ini hanya gurauan mas
Ampri, tapi kenapa mas Ampri tidak juga menghentikan langkan dan berbalik arah
padaku. Och! Tuhan, rupanya ini sungguhan. Bagaimana mukin dia bisa menyarankan
padaku hidup bahagia bersama orang yang tidak aku cintai. “Tuhan kuatkan
hatiku, buatlah aku melupakan dia dan mengarungi hidup sesuai dengan saranya. Hapus
selimut keegoisan hatiku tentang dia.
Lepaskan jiwaku dari belenggu cintanya. Karena Aku layak hidup bahagia
seperti dia.”
Kuhapus air mata, kutegapkan langkah
memberitahu dunia bahwa aku wanita tegar. Pasti Tuhan punya rencana indah
dibalik kepedihan yang aku alami. Ketulusan cinta yang aku miliki akan diganti
dengan cinta sejati terbawa sampai mati. Kenangan pahit yang aku alami tidak
akan bisa terhapus atau terlupakan oleh waktu, tapi akan aku simpan dan
kukenang sebagai pengalaman hidup menuju bahagia sejati.
AND
Tersakiti, maret 2013