EKSPEDISI WISATA BUDAYA
Perdebatan
tentang kunjungan wisata budaya akhir tahun. Aku bersikukuh ingin mengunjungi
Banten, sedang ayah dan yang lain menentukan pilihan Papua. Sudah jadi tradisi
keluarga kami setiap libur akhir semester mengadakan kunjungan wisata budaya.
Nenek dan Kakek seorang seni dan budayawan, dari kecil kami di didik mencintai
seni budaya Indonesia. Cerita nenek dan kekek tentang kebudayaan Banten
membuatku terpukau dan segera mempelajari seni budaya yang ada. Darah seni yang
mengetal pada diriku membuat hati nurani mengambil jurusan seni budaya dikuliahku.
Kini aku sudah semester tujuh disalah satu Universitas swasta Surabaya.
Kebijakan Ayah
akhirnya mengijinkan aku tidak ikut rombongan dan berangkat sendiri ke Banten. Segudang
nasehat aku terima dari Ayah sebagi bekal perjalanan dan menyertai
keberangkatanku. Ayah menganggapku sudah dewasa, mampu menjaga diri sendiri. Aku
kecup punggung tangan kedua orang tuaku, nenek, kakek dan kening kedua adikku.
Lambaian tanggan mereka mengiringi keberangkatan travel yang aku tumpangi.
Mereka sangat menyayangiku, aku bangga hidup ditengah-tengah keluargaku.
Desa Walantaka, Kecamatan Walantaka,
Kabupaten Serang. Travel yang aku tumpangi
berhenti tepat didepan sebuah rumah kuno. Ketika travel berlalu pergi,
aku baru sadar bila kampung ini terlalu sepi. Aku dekati pintu rumah dan
mengetuk pintu sambil berucap salam, namun tak terdengar sepatah kata pun dari
dalam. Rasa kecewa dan putus asa membuatku lunglai dan rebahan ditangga teras
rumah. Tidak berapa lama terdengar remaja pria menegur.
“Engkang, saha?.”
Aku hampiri remaja itu dan menunjukkan
secarik kertas padanya. “Alamat ini benar disini?.”
“Ya.” Dia menganggukkan kepala. “Engkang
mencari aki?.”
“Begitulah!, bisa kita bicara ditempat
yang lebih nyaman?.”
“Boleh saja, mari masuk kedalam, aku
cucu aki Nawawi.”
“Kampung ini terlihat sepi, pada kemana
mereka?.” Tannyaku.
“Hari ini ada kumpulan desa. Hampir
semua penduduk termasuk aki kumpul dibale desa.”
Setelah perkenalan kami gobrol panjang
lebar, aku ceritakan maksud kedatanganku. Sigit, nama remaja yang mengaku cucu
aki Nawawi, dia sangat ramah dan enak diajak bicara. Ditengah asiknya kami
ngobrol, aki Nawawi datang menghampiri kami. Senyum ramah aki Nawawi memberi
kesan damai hati membuat aku tidak segan ngobrol dengan beliau. Singit
berceloteh tentang siapa aku dan maksud kedatanganku kemari seolah dia sudah
akab denganku. Aki Nawawi menyambut gembira maksud kedatanganku namun beberapa
detik kemudian beliau menarik nafas panjang dan dihembuskan.
“Debus.” Sebut aki dengan pandangan
kosong menerawang jauh. “Sudah lama sekali semenjak kakek kamu dan aki muda
dulu.” Aki Nawawi menghentikan ucapan sejenak seolah menyesali sesuatu. “Sangat
disayangkan keberadaan debus makin lama kian berkurang, para pemuda lebih suka
mencari mata pencaharian lain. Memang atraksi ini cukup berbahaya untuk
dilakukan, tidak jarang banyak pemain debus celaka kurang latihan atau ada yang
jahil dengan pertunjukan. Makin lama warisan budaya ini semakin punah. Dulu setiap
hari kita dapat melihat atraksi, tapi sekarang atraksi debus hanya ada pada
saat event–event tertentu.”
Aku kecewa dengan penuturan aki Nawawi,
masih terekam jelas cerita nenek dan kakek tentang Propinsi Banten terutama
mengenai warisan budaya DEBUS. Waktu itu kata kakek: “Sebagian besar anggota
masyarakat Banten memeluk agama islam dengan semangat religius tinggi, tetapi
pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai. Warisan budaya debus
sangat fenomena, atraksi berupa kekebalan tubuh menusuk perut dengan benda
tajam, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka atau tanpa luka, makan bara
api, memasukkan jarum panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak
terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tapi
dapat disembuhkan seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai
pakaian melekat dibadan hancur, mengunyah serpihan kaca, membakar tubuh dan
semua dilakukan oleh debus.”
Rasa kecewaku terobati ketika aki
Nawawi mengatakan dalam dekat ini akan ada pertunjukan debus memperingati hari
jadi desa Walantaka. Kata beliau aku dapat mempelajari dan mengadakan
penelitian tentang seluk beluk debus dalam beberapa minggu ini. Aki Nawawi
merupakan pimpinan pertunjukan debus di
desa Lawantaka. Setiap akan ada pertunjukan, pemain debus berkumpul dan latihan
di halaman rumah aki Nawawi.
***
Tidak
terasa sudah dua minggu aku berada di Banten tepatnya desa Walantaka. Sore itu
seperti biasa para pemain debus berkumpul dihalaman rumah aki Nawawi berlatih
bersama. Kegiatan ini sudah berlangsung sekitar seminggu semenjak aki mengkibarkan
bendera semangat berlatih untuk pertunjukan debus. Aku memberikan semangat
dengan ikut latihan bersama mereka, berusaha mengikuti gerakan silat yang
mereka pelajari meski kesulitan. Sigit sangat lihai memperagakan gerakan
jurus-jurus ciptaan aki Nawawi. Aku berdecak kagum ketika Sigit salto diatas
barisan golok tampa terluka.
Latihan
berakhir menjelang magrib dan mereka biasa tidak langsung pulang. Menunggu
azand mangrib untuk sholat berjama’ah sambil mengantri mandi merupakan
kenikmatan tersendiri. Tempat pemandian umum sumur tua dan sepetak kamar mandi
tanpa atap disamping rumah aki menjadi tempat favorit membersihkan badan dari
bau keringat. Disela-sela istirahat inilah aku
sharing mengali info tentang debus dari mereka. Biasanya mereka akan
berlatih kembali setelah sholat isya’ berjama’ah. Berbagai macam hidangan kas serang disediakan
nini istri aki Nawawi usai sholat magrib.
Geladak
dibawah pohon rambutan menjadi tempat paling nyaman untuk melepas leleh atau
sekedar bersantai. Secangkir kopi menjadi pelengkap bagi siapa saja pemguna
geladak tak terkecuali aku. Aku rebahkan badan diatas geladak sambil memandangi
rimbun daun rambutan malam itu. Cerita aki Nawawi, pohon rambutan ini tidak
pernah berbuah dan sudah ada sejak Sigit belum lahir. Memang aneh bila tidak
pernah berbuah, pohon rambutan ini terlihat subur dan sangat rimbun daunnya.
Lamunanku dibuyarkan oleh suara gebrakan geladak dipukul seorang pemuda sedikit
lebih tua dariku.
“Pertanyaan
apa lagi yang akan kamu ajukan pada kami sobat.” Tanya pemuda tersebut sambil
ikut tiduran disampiku. Sepertinya dia sudah hafal kebiasaanku seminggu ini.
“Katanya
kalian kebal terhadap benda tajam. Bagaimana kalian bisa melakukan hal itu?.”
Aku toleh pemuda tersebut berharap jawaban.
Dia senyum simpul tidak menjawab seolah
berfikir sesuatu. “Untuk bisa melakukan atraksi setiap pemain mempunyai syarat-syarat
berat, sebelum pentas kami melakukan ritual-ritual yang diberikan aki Nawawi.
Biasanya ritual dilakukan satu sampai dua minggu sebelum atraksi dilakukan.
Selain itu kami juga dituntut mempunyai iman kuat dan harus yakin dengan ajaran
islam. Pantangan bagi kami pemain debus, tidak boleh minum minuman keras, main
judi, bermain wanita, atau mencuri. Dan pemain juga harus yakin dan tidak ragu-ragu
dalam melaksanakan tindakan tersebut, pelanggaran yang dilakukan oleh seorang
pemain bisa sangat membahayakan jiwa pemain itu sendiri.” Jawabnya kemudian.
“Memang
tidak ada yang mudah untuk mendapatkan sesuatu.” Komentarku.
“Engkang…!
ayo sholat jama’ah.” Teriak Singit memangil kami. Sepertinya kami keasikan
diskusi hingga tidak mendengar suara azand isya’. Setelah itu kami akan berlatih
lagi sampai pukul sepuluh malam. Mengikuti aktifitas meraka sangat menyenangkan
walau badan memar-memar namun tidak terasa sakit atau pun lelah. Mungkin rasa
sakit dan lelah itu hilang karena kami setiap usai latihan malam hari harus
minum ramuan yang diracik oleh aki Nawawi. Dari bau yang tercium sepertinya
ramuan itu hanya terbuat dari tumbuhan toga seperti kunyit, temulawak dan
sejenisnya.
Rupanya
benar apa yang dikatakan Fulan. Aki Nawawi memberikan syarat- syarat ritual yang harus dilakukakan pemain sebelum
atraksi debus dua minggu akan datang. Aku tidak tahu syarat apa yang dilakukan
setiap pemain, karena aki memberikan syarat itu secara rahasia dan setiap
pemain menjaga rahasia syarat itu. Rasa ingin tahuku tentang syarat tersebut
membuatku ingin belajar lebih keras sebagai pemain depus. Saat itu juga aku
sampaikan niatku pada aki Nawawi namun aki berkata tidak sesuai kehendakku.
Seolah beliau bisa membaca hati dan pikiran dalam otakku.
“Nafsu
berlebihan tidak akan menghasilkan apa-apa, justru akan berakibat keterpurukan
dan membuang-buang waktu saja.” Nasehat aki Nawawi.
Aku
sadari tidak mungki dalam waktu sesingkat itu aku bisa menguasai perihal debus.
Mungkin butuh waktu berbulan-bulan atau bahkan tahunan untuk menguasai debus.
Benar nasehat aki Nawawi aku hanya mengandalkan emosi dan nafsu untuk segera
mengetahui syarat bisa memainkan debus. Beliau juga mengatakan salah satu
syarat menjadi pemain debus adalah telaten dan sabar menunggu saat itu tiba.
Rahasia yang tersimpan dalam debus memberi ide padaku untuk melakukan Praktik
Kerja Lapagan di desa Walantaka. Praktik Kerja Lapangan merupakan salah satu
mata kuliah yang harus aku tempuh pada semester kali ini. Dengan begitu aku
akan bisa belajar lebih banyak tentang debus dan memberi gebrakan pada masyarat
untuk membangun kebudayaan yang sudah diwariskan nenek moyang.
***
Akhirnya
saat yang aku tunggu-tunggu tiba, semua pemain debus sibuk dengan kebutuhan dan
poperti masing-masing. Aku pun sibuk dengan keperluanku sediri, sebuah kamera aku
gantukkan dileher untuk mengabadikan kegiatan yang akan berlangsung. Dua
pick-up menjadi transportasi kami menuju lokasi atraksi debus. Dari atas
Pick-up terlihat banyak sekali penontan menyambut atraksi debus. Betapa antusiasnya
mereka, mulai dari yang kecil hingga nenek-nenek hadir disitu. Setelah membantu
menurunkan barang bawaan dari motor Pick-up aku segera mengabadikan moment tersebut.
Atraksi debus dimulai, Sigit dan Fulan
serempak berucap kalimat. “Haram kau sentuh kulitku, haram kau minum darahku,
haram kau makan dagingku, urat kawang, tulang wesi, kulit baja, aku keluar dari
rahim ibunda. Aku mengucapkan kalimat laa ilaha illahu.” Setelah mengucapkan
mantra mereka berdua kebal terhada semua jenis benda tajam.
Penonton semangat teriak antusias melihat
setiap adengan yang dilakukan oleh pemain debus. Semangat penonton tidak luput
dari bidikan kameraku. Aku tidak ubahnya mereka para penonton, terkagum-kagum
melihat atraksi pemain debus. Terbukti sudah cerita nenek dan kakek tentang
warisan budaya debus. Namun sunggu disayangkan bila warisan budaya ini semakin
hari kian berkurang tergeser oleh perubahan jaman dan modernisasi. Sebagai
penerus generasi bangsa tidak rela aku membiarkan warisan budaya ini
menghilang. Aku telepon calon dosen pembimbingku untuk matakuliah Praktik Kerja
Lapangan. Aku mengajukan izin pada beliau untuk melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan di Propinsi Banten. Sebuah judul laporan juga aku sampaikan pada
beliau “Membangun Kebudayaan Banten Lewat Gebrakan Debus”. Beliau
tidak banyak tanya dan langsung mensetujui permohonanku.
Impianku mengembalikan debus seperti
dahulu menyebar diseluruh wilayah Banten. Lewat laporan mata kuliah Praktik
Kerja Lapangan nantinya ingin aku beritahukan pada pemerintah bahwa kebudayaan
Banten perlu perhatian lebih agar tidak semakin terjerumus dalam kepunahan.
Untuk mewujudkan tujuan awal, mulai hari ini aku berjanji pada diri sendiri
untuk meningkatkan pemahaman sumberdaya manusianya terhadap kebudayaan.
Selanjutnya membuka jalur komunikasi dengan para pelaku seniman, sejarahwan,
musisi, artis, arkeolog, pustakawan, sastrawan, ahli bahasa, dan pemangku adat
dari semua kelompok masyarakat yang ada di Banten.
Dengan cara
seperti ini aku nyakin kebudayaan Banten nantinya akan kembali berkembang
diseluruh wilayah Banten. Buku
catatanku penuh dengan misi dan tujuan keberadaanku di Banten. Menambah
pengetahuan tentang kebudayaan Banten untuk mencapai misi dan tujuanku di
Banten sangat perlu. Selanjutnya aku akan melanjutkan perjalanan ekspedisiku ke
desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar, kabupaten Lebak.
Seperti cerita
Nenek, Suku Baduy dalam
merupakan suku asli sunda Banten yang masih menjaga tradisi anti modernisasi,
baik cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Perkampungan masyarakat Baduy
umumnya terletak di daerah aliran Sungai Ciujung di pegunungan Kendeng. Daerah
ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari nenek moyang yang harus
dipelihara dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak.
“ESKPEDISI suku Baduy, Let’s Gooo….!!!.”
@@@
21 Oktober 2012
By : Lphie K.
list Koleksi cerpen lihat disini
http://nalurerenewws.blogspot.com/2018/08/taipanqq-6-aktivitas-sehat-yang-cocok.html
BalasHapusTaipanbiru
TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsasusun
• Domino99
• Poker
• BandarPoker
• Sakong
• Bandar66
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : E314EED5
Daftar taipanqq
Taipanqq
taipanqq.com
Agen BandarQ
Kartu Online
Taipan1945
Judi Online
AgenSakong